Sulbar Bikin Gebrakan: Lulus Sekolah Harus Khatam 20 Buku! Gimana Ngetesnya, Ya?

Daftar Isi

Sulbar Bikin Gebrakan: Lulus Sekolah Harus Khatam 20 Buku!

Wacana baru datang dari ujung Barat Sulawesi, nih! Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, baru-baru ini bikin heboh dengan kebijakan super keren tapi juga bikin mikir: semua siswa SMA dan SMK di sana wajib banget baca minimal 20 judul buku sebagai syarat mutlak buat kelulusan. Kebayang nggak sih, gimana nanti ngetesnya? Apakah bakal ada “ujian khatam buku” atau semacamnya? Ini benar-benar gebrakan yang patut diacungi jempol sekaligus memicu banyak pertanyaan di benak kita semua.

Kebijakan ini, seperti yang tertuang dalam surat edaran gubernur bernomor 000.4.14.1/174//11/2025 yang dirilis tanggal 5 Juli 2025, bukan cuma sekadar imbauan, lho. Ini adalah mandatori yang harus dipenuhi oleh setiap siswa SMA/SMK sederajat selama masa studi mereka. Jadi, buat anak-anak Sulbar, siap-siap aja deh merapat ke perpustakaan atau toko buku terdekat, karena masa depan kalian juga ditentukan oleh seberapa banyak buku yang sudah kalian lahap!

Tantangan Nyata: Gimana Cara Verifikasinya?

Nah, ini dia pertanyaan besar yang langsung muncul di kepala banyak orang, termasuk kepala dinas pendidikan sendiri! Plt Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Barat, Ali Candra, terang-terangan mengakui kalau mereka belum tahu persis teknis pelaksanaan dari aturan ini. “Secara teknis kita baru akan membahas hal tersebut, bagaimana teknis penerapan aturan kelulusan baru tersebut nantinya,” kata Ali Candra saat dihubungi pada Jumat (18/7/2025) lalu. Jadi, bisa dibilang, kebijakan ini masih dalam tahap “ide brilian yang butuh direalisasikan secara konkret.”

Bayangkan saja, ada ribuan siswa SMA dan SMK di Sulbar. Bagaimana cara sekolah bisa memastikan bahwa setiap siswa sudah membaca 20 buku dan, yang lebih penting, memahami isinya? Apakah siswa harus membuat ringkasan untuk setiap buku? Atau mungkin ada sesi wawancara mendalam dengan guru tentang buku-buku yang mereka baca? Atau jangan-jangan, bakal ada sistem ujian nasional khusus literasi yang super canggih? Ini semua adalah pekerjaan rumah yang lumayan besar bagi Dinas Pendidikan dan seluruh jajaran sekolah di Sulawesi Barat. Mereka harus segera merumuskan mekanisme yang efektif, efisien, dan tentunya adil agar kebijakan ini benar-benar berjalan sesuai harapan, bukan cuma jadi sekadar formalitas belaka.

Menguji pemahaman siswa terhadap 20 buku tentu bukan perkara mudah. Metode yang bisa dipertimbangkan beragam, mulai dari penulisan resensi, diskusi kelompok, presentasi buku, hingga sistem kuis singkat berbasis teknologi. Yang terpenting adalah bagaimana memastikan proses ini tidak menjadi beban yang memberatkan, melainkan justru memicu minat baca dan eksplorasi ilmu pengetahuan yang lebih dalam. Bisa jadi setiap sekolah akan diberikan keleluasaan untuk mengembangkan metode verifikasi mereka sendiri, disesuaikan dengan sumber daya dan karakteristik siswa di masing-masing daerah. Ini adalah kesempatan emas untuk berinovasi dalam dunia pendidikan!

Mengapa Literasi Jadi Prioritas Utama di Sulbar?

Gubernur Suhardi Duka sendiri punya alasan kuat di balik kebijakan ini. Menurut beliau, tingkat literasi di Sulawesi Barat masih sangat rendah. “Literasi kita masih sangat rendah, karena itulah saya mewajibkan setiap siswa untuk membaca minimal 20 buku untuk memperkaya literasi siswa,” tegas Suhardi Duka beberapa waktu lalu. Pernyataan ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah provinsi dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia mereka.

Literasi bukan cuma soal bisa baca-tulis, lho. Literasi itu jembatan menuju pemahaman dunia, kemampuan berpikir kritis, dan bahkan fondasi untuk inovasi. Dengan tingkat literasi yang rendah, potensi generasi muda untuk berkembang dan bersaing di masa depan bisa terhambat. Kebijakan 20 buku ini diharapkan bisa jadi booster yang signifikan untuk mengubah budaya masyarakat dari yang kurang membaca menjadi generasi yang haus ilmu pengetahuan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan Sulbar yang lebih cerah dan maju. Kita semua tahu, negara-negara maju itu umumnya punya tingkat literasi yang tinggi. Jadi, langkah Sulbar ini bisa dibilang sangat visioner dan patut diapresiasi!

Dua Tokoh Wajib Baca: Andi Depu dan Baharuddin Lopa

Dari total 20 buku yang wajib dibaca, ada dua buku yang punya “prioritas” alias wajib banget dibaca oleh semua siswa: buku tentang Andi Depu dan Baharuddin Lopa. Kedua tokoh ini adalah pahlawan lokal kebanggaan Sulawesi Barat. Membaca kisah hidup dan perjuangan mereka tentu bukan hanya menambah wawasan sejarah, tapi juga menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, integritas, dan semangat juang kepada para siswa.

Andi Depu adalah tokoh perempuan pejuang yang gigih mempertahankan kemerdekaan Indonesia di wilayah Mandar. Kisahnya penuh inspirasi tentang keberanian dan kepemimpinan. Sementara itu, Baharuddin Lopa dikenal sebagai jaksa agung yang sangat jujur dan berintegritas tinggi, berjuang melawan korupsi di masa-masa sulit. Mempelajari sosok-sosok ini diharapkan bisa membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang berintegritas, patriotis, dan punya rasa cinta tanah air yang kuat. Ini adalah cara cerdas untuk menggabungkan peningkatan literasi dengan penanaman nilai-nilai luhur budaya dan sejarah lokal.

Sinergi Mendukung Budaya Baca dari Segala Arah

Kebijakan ini tidak berdiri sendiri, kok. Gubernur Suhardi Duka juga menginstruksikan setiap instansi pemerintah di provinsi maupun kabupaten/kota untuk menyediakan “pojok baca” atau perpustakaan mini di setiap kantor. Ini keren banget! Jadi, bukan cuma siswa yang didorong membaca, tapi juga para birokrat dan pegawai negeri. Budaya membaca diharapkan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.

Selain itu, setiap sekolah, mulai dari SD hingga SMA, bahkan madrasah, diwajibkan mengagendakan kunjungan rutin ke perpustakaan. Kunjungan ini bukan cuma jalan-jalan biasa, tapi punya tujuan mulia: menumbuhkan minat baca sejak dini. “Ini adalah upaya untuk menumbuhkan budaya baca sejak dini. Kami ingin siswa tidak hanya mengandalkan informasi dari teknologi, tetapi juga memperluas pengetahuan mereka melalui buku,” tambah Gubernur.

Untuk mendukung semua inisiatif ini, pemanfaatan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) juga akan dioptimalkan. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2023, dana BOS bisa dipakai untuk pengadaan sarana dan prasarana perpustakaan, lho, termasuk penyediaan tenaga pengelola perpustakaan. Ini angin segar banget, karena masalah klasik perpustakaan di sekolah adalah minimnya koleksi buku dan ketiadaan pustakawan profesional. Dengan adanya dukungan dana BOS ini, diharapkan kualitas dan ketersediaan buku di perpustakaan sekolah bisa meningkat drastis, sekaligus memastikan ada orang yang kompeten untuk mengelola perpustakaan tersebut.

Bagaimana Dana BOS Membantu Mendorong Literasi?

Pemanfaatan dana BOS ini krusial banget untuk kesuksesan program. Begini beberapa skenario pemanfaatan yang bisa dilakukan:

  1. Pengadaan Buku Baru: Sekolah bisa membeli koleksi buku-buku terbaru, buku fiksi dan non-fiksi yang beragam, sesuai minat siswa dan kurikulum. Ini penting agar siswa punya banyak pilihan dan tidak bosan.
  2. Perpustakaan Digital: Dana BOS bisa dialokasikan untuk berlangganan platform perpustakaan digital atau membeli perangkat tablet/komputer yang bisa digunakan siswa untuk mengakses e-book. Ini penting mengingat siswa zaman sekarang juga melek teknologi.
  3. Gaji Pustakawan: Dengan adanya dana untuk gaji pustakawan, sekolah bisa mempekerjakan atau menugaskan guru khusus untuk mengelola perpustakaan secara profesional. Pustakawan yang baik bukan hanya menjaga buku, tapi juga bisa merekomendasikan buku, mengatur acara literasi, dan mempromosikan kegiatan membaca.
  4. Sarana Prasarana: Renovasi atau penataan ulang perpustakaan agar lebih nyaman dan menarik, pembelian rak buku, meja kursi baca, hingga AC bisa membuat siswa betah berlama-lama di sana.
  5. Program Literasi: Mengadakan acara bedah buku, lomba resensi, atau kunjungan penulis ke sekolah juga bisa dibiayai dari dana BOS. Ini akan membuat kegiatan membaca lebih hidup dan interaktif.

Meraih Manfaat Jangka Panjang: Lebih dari Sekadar Kelulusan

Meskipun saat ini fokusnya adalah pada syarat kelulusan, dampak jangka panjang dari kebijakan 20 buku ini bisa jauh lebih besar. Bayangkan, jika setiap generasi muda di Sulbar terbiasa membaca minimal 20 buku selama masa SMA/SMK, mereka akan memiliki basis pengetahuan yang jauh lebih luas dibandingkan generasi sebelumnya. Ini bukan hanya tentang angka, tapi tentang pembentukan kebiasaan positif dan pengembangan diri yang berkelanjutan.

Literasi yang kuat akan membuka banyak pintu bagi para siswa. Mereka akan lebih siap menghadapi jenjang pendidikan tinggi, lebih adaptif di dunia kerja yang semakin kompetitif, dan memiliki kemampuan berpikir kritis yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah kompleks di masa depan. Mereka tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga produsen ide dan inovasi. Ini adalah pondasi untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, inovatif, dan berdaya saing.

Kebijakan ini juga bisa menjadi inspirasi bagi provinsi lain di Indonesia. Jika Sulbar berhasil membuktikan bahwa peningkatan literasi bisa dicapai melalui kebijakan yang terukur, bukan tidak mungkin provinsi lain akan mengikuti jejak serupa. Ini adalah langkah kecil namun signifikan menuju Indonesia Emas yang didukung oleh generasi muda yang literat.

Tantangan dan Solusi Inovatif ke Depan

Tentu saja, setiap kebijakan baru pasti akan menghadapi tantangan. Berikut beberapa tantangan yang mungkin muncul dan bagaimana kita bisa memikirkan solusinya secara inovatif:

1. Masalah Verifikasi: Kuantitas vs. Kualitas Pemahaman

  • Tantangan: Bagaimana memastikan siswa tidak hanya membaca sekadar “target” tetapi benar-benar memahami isinya? Sulit membedakan antara yang membaca sungguh-sungguh dan yang hanya membaca ringkasan.
  • Solusi Proaktif:
    • Jurnal Baca Berinteraksi: Siswa diminta membuat jurnal baca yang berisi poin-poin penting, pertanyaan kritis, atau bahkan refleksi pribadi dari setiap buku. Guru bisa memberikan umpan balik langsung pada jurnal ini.
    • Diskusi Kelompok Kecil: Mengadakan sesi diskusi buku dalam kelompok kecil yang dipandu guru atau bahkan peer-leader. Ini mendorong siswa untuk berinteraksi, berargumen, dan memperdalam pemahaman mereka.
    • Proyek Kreatif Berbasis Buku: Siswa bisa diminta membuat proyek berdasarkan buku yang dibaca, misalnya poster, presentasi, sketsa drama, atau bahkan video singkat yang merangkum pesan buku. Ini lebih menarik daripada sekadar ujian tertulis.

Berikut adalah ilustrasi alur verifikasi yang ideal menggunakan Mermaid Diagram:

mermaid graph TD A[Kebijakan Wajib Baca 20 Buku] --> B{Siswa Membaca Buku (Online/Offline)}; B --> C{Pengisian Jurnal Baca/Form Resensi Singkat}; C -- Rutin Mingguan/Bulanan --> D[Verifikasi Awal Oleh Guru Mata Pelajaran]; D -- Guru Memberi Feedback --> E{Diskusi Kelompok/Individual}; E -- Membangun Pemahaman Mendalam --> F[Siswa Mengikuti Ujian Lisan/Proyek Akhir Buku]; F -- Penilaian Komprehensif --> G{Rekapitulasi Capaian Bacaan Siswa}; G --> H{Validasi Akhir Syarat Kelulusan}; H -- Terpenuhi --> I[Lulus dengan Kompetensi Literasi]; H -- Belum Terpenuhi --> J[Pembinaan Literasi Tambahan];

2. Ketersediaan dan Akses Buku yang Merata

  • Tantangan: Tidak semua sekolah, apalagi yang di daerah terpencil, memiliki koleksi buku yang lengkap dan beragam. Masalah distribusi juga bisa jadi kendala.
  • Solusi Proaktif:
    • Perpustakaan Digital Provinsi: Membuat platform perpustakaan digital tingkat provinsi yang bisa diakses oleh semua siswa menggunakan smartphone atau komputer. Koleksi bisa diperkaya dengan e-book, audiobook, dan majalah digital.
    • Program Donasi Buku Berkelanjutan: Menggandeng masyarakat, komunitas, dan penerbit untuk berdonasi buku. Perpustakaan keliling juga bisa diaktifkan untuk menjangkau daerah terpencil.
    • Sinergi dengan Perpustakaan Daerah: Menggalakkan kerja sama antara sekolah dengan perpustakaan daerah setempat agar siswa bisa mengakses koleksi yang lebih besar.

3. Minat Siswa dan Peran Guru

  • Tantangan: Bagaimana membuat membaca 20 buku ini menjadi kegiatan yang menyenangkan, bukan beban yang terasa dipaksakan? Guru juga mungkin merasa terbebani dengan tugas tambahan.
  • Solusi Proaktif:
    • Pilihan Buku Bervariasi: Memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih sebagian besar buku sesuai minat mereka (misalnya, 18 buku bebas, 2 buku wajib lokal).
    • Literasi Jadi Pembiasaan: Mengintegrasikan kegiatan membaca dalam setiap mata pelajaran, bukan hanya pelajaran Bahasa Indonesia. Misalnya, membaca buku sejarah di pelajaran Sejarah, atau artikel ilmiah di pelajaran IPA.
    • Pelatihan Guru: Memberikan pelatihan kepada guru tentang strategi memotivasi siswa membaca, mengelola diskusi buku, dan memanfaatkan teknologi dalam literasi. Guru juga bisa jadi role model dengan menunjukkan minat baca mereka sendiri.
Aspek Tantangan Potensi Kendala Solusi Proaktif dan Inovatif
Verifikasi Sulit memastikan siswa membaca sungguh-sungguh Jurnal baca interaktif, diskusi kelompok, proyek kreatif, tes daring acak
Ketersediaan Buku Koleksi terbatas, distribusi tidak merata, buku fisik cepat rusak Perpustakaan digital provinsi, program donasi buku, pinjam-pakai antar sekolah
Minat Siswa Membaca dianggap beban, kurang menarik, siswa lebih suka media lain Pilihan buku variatif, integrasi dalam pelajaran, bedah buku, kompetisi membaca
Beban Guru Tugas tambahan, kurangnya waktu, minimnya pelatihan Pelatihan manajemen literasi, sistem pendukung digital, alokasi waktu khusus
Anggaran & Infrastruktur Keterbatasan dana di luar BOS, fasilitas perpustakaan minim Kolaborasi dengan pihak swasta, CSR, penguatan komunitas, pengembangan pojok baca

Melihat ke Depan: Visi Literasi Sulbar yang Gemilang

Kebijakan wajib baca 20 buku di Sulawesi Barat ini adalah langkah berani dan ambisius. Ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari visi besar untuk membangun generasi muda yang berpengetahuan luas, berpikir kritis, dan memiliki karakter kuat. Meskipun tantangan dalam pelaksanaannya akan banyak, semangat untuk meningkatkan literasi di Sulbar patut kita dukung sepenuhnya.

Jika semua pihak—pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan terutama siswa—bersinergi dan berkomitmen, bukan tidak mungkin Sulbar akan menjadi percontohan bagi daerah lain di Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi. Mari kita tunggu dan lihat bagaimana gebrakan ini akan mengubah masa depan Sulawesi Barat!

Bagaimana menurut kalian, apakah kebijakan ini bisa berhasil diterapkan secara efektif? Apa saja ide-ide kreatif yang bisa membantu mewujudkannya? Bagikan pendapat dan saran kalian di kolom komentar di bawah ini, yuk!

Posting Komentar